Minggu, 19 Februari 2017

Karakteristik Limbah Organik & Pengolahannya

MAKALAH
“KARAKTERISTIK LIMBAH ORGANIK & PENGOLAHANNYA”
Description: Description: Description: 1451222955622.jpg

Disusun Oleh       : Hanif Aziz Syafiq
NIM                     : 2041510008
PRODI                 : TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS INTERNASIONAL SEMEN INDONESIA
2017

Limbah Organik
Limbah organik merupakan jenis limbah yang berasal dari bahan organik baik tumbuhan maupun hewan. Limbah organik tergolong limbah yang mudah terurai melalui proses alami.
Limbah organik mudah membusuk, seperti sisa makanan, sayuran, daun-daunan kering, potongan-potongan kayu, dan sebagainya. Limbah organik terdiri atas bahan-bahan yang besifat organik seperti dari kegiatan rumah tangga maupun kegiatan industri.
Limbah ini juga bisa dengan mudah diuraikan melalui proses yang alami. Limbah ini mempunyai sifat kimia yang stabil sehingga zat tersebut akan mengendap kedalam tanah, dasar sungai, danau, serta laut dan selanjutnya akan mempengaruhi organisme yang hidup didalamnya. Limbah organik relatif lebih aman dibandingkan limbah anorganik dan limbah berbahaya. Bahkan sebagian dari limbah organik tersebut ada yang dapat dimanfaatkan secara langsung
Karakteristik Limbah Organik
·       Karakter Fisik
-         Bentuk zat
-         Suhu
-         Bau
-         Warna
-         Kekeruhan

·       Karakteristik Kimia
ü Bahan Organik
ü BOD ( Biologycal Oxygen Demand )
ü DO ( Dessolved Oxygen )
ü COD ( Chemical Oxygen Demand )
ü pH
ü Logam Berat

·       Karakteristik Biologi
ü Karakteristik biologi digunakan untuk mengukur kualitas air terutama air yang dikonsumsi sebagai air minum dan air bersih.

Limbah Organik dari Sektor Pertanian
Limbah Pertanian diartikan sebagai bahan yang dibuang di sektor pertanian,misalnya sabut dan tempurung kelapa,jerami dan dedak padi, kulit.. Secara garis besar limbah pertanian itu dibagi ke dalam limbah pra dan Saat panen serta limbah pasca panen. Limbah pasca panen juga bisa terbagi dalam kelompok limbah sebelum diolah dan limbah setelah diolah atau limbah industri pertanian.
Limbah pertanian terbagi atas dua kelompok yaitu :
1.  limbah pertanian pra
limbah pertanian pra panen yaitu materi-materi biologi yang terkumpul sebelum atau sementara hasil utamanya diambil. Sebagai contoh daun, ranting, atau daun yang gugur sengaja atau tidak biasanya dikumpulkan sebagai sampah dan ditangani umumnya hanya dibakar saja.
2. Limbah pertanian panen
Limbah pertanian saat panen cukup banyak berlimpah. Golongan tanaman serealia misalnya yang populer di Indonesia antara lain batang atau jerami saat panen padi,  jagung, dan mungkin sorgum.
Limbah industri pertanian adalah buangan dari pabrik/industri pengolahan  hasil pertanian. Seperti industri-industri lainnya justru limbah ini yang banyak menimbulkan polusi lingkungan kalau tidak ditangani secara baik. Jenis industri ini juga cukup banyak. Untuk memudahkan penanganannya limbah industri pertanian ini bisa dikelompokkan berdasarkan komponen bahan bakunya, apakah limbah karbohidrat, protein atau lemak demikian juga bisa dikelompokkan berdasarkan fasanya yang terbesar apakah cairan atau padatan. Untuk penanganannya, limbah cair biasanya dikelompokkan lagi berdasarkan BOD (Biological Oxygen Demand)-nya.
Berdasarkan jenis  wujud limbah pertanian diklasifikasikan atas tiga jenis yaitu limbah padat, limbah cair dan limbah gas. Ketiga jenis limbah ini dapat dikeluarkan sekaligus oleh satu industri ataupun satu persatu sesuai dengan proses yang ada di industri pertanian.
1. Limbah Padat
Bahan-bahan buangan baik dari limbah pra panen, limbah panen, limbah pasca panen dan limbah industri pertanian yang wujudnya padat dikelompokkan pada limbah padat, contoh : Daun-daun kering, jerami, sabut dan tempurung kelapa. Jika limbah-limbah tersebut di atas kalau dibiarkan menumpuk saja tanpa penanganan tertentu akan menyebabkan/menimbulkan keadaan tidak higienis karena menarik serangga (lalat,kecoa) dan tikus yang seringkali merupakan pembawa berbagai jenis kuman penyakit.Limbah padat dapat diolah menjadi pupuk dan makanan ternak.
2. Limbah cair
Limbah cair industri pertanian sangat banyak karena air digunakan untuk :
1. membersihkan bahan pangan dan peralatan pengolahan.
2. menghanyutkan bahan-bahan yang tidak dikehendaki (kotoran).
Limbah cair yang berasal dari industri pertanian banyak mengandung       bahan bahan organik (karbohidrat, lemak dan protein) karena itu mudah sekali busuk dengan menimbulkan masalah polusi udara (bau) dan polusi air.

Sifat-sifat limbah cair dibedakan atas tiga kelompok yaitu :
1. sifat fisik misalnya suhu, pH, warna bau dan endapan.
2. sifat kimiawi misalnya adanya kandungan organik (karbohidrat,   protein,
    lemak dll) dan kandungan an organik (nitrogen, khlorida, fosfor dll).
      3. sifat biologis misalnya ada tidaknya mikroorganisme. Untuk
    Mengukur kadar bahan organik dari limbah cair biasanya
    dilakukan analisis BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD
    (Chemical Oxygen Demand).
3.Limbah gas
Limbah gas adalah limbah berupa gas yang dikeluarkan pada saat pengolahan hasil-hasil pertanian, misalnya gas yang timbul berupa uap air pada proses pengurangan kadar air selama proses pelayuan teh dan proses pengeringannya. Limbah gas ini supaya tidak menimbulkan bahaya yang  harus disalurkan lewat cerobong.

PENGOLAHAN LIMBAH PERTANIAN MENJADI PUPUK ORGANIK BOKASHI
Kata bokashi berasal dari bahasa jepang yang artinya kira-kira bahan-bahan organik yang sudah diuraikan (difermentasi). Pupuk bokasi merupakan salah satu bentuk pupuk organik yang terbuat dari campuran antara bahan-bahan organik dan pupuk kandang yang difermentasi atau didekomposisi oleh mikroorganisme. Bokashi adalah hasil fermentasi bahan-bahan organik seperti sekam, serbuk gergajian, jerami, kotoran hewan dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut difermentasikan dengan bantuan mikroorganisme aktivator yang mempercepat proses fermentasi. Campuran mikroorganisme yang digunakan untuk mempercepat fermentasi dikenal sebagai effective microorganism (EM). Penggunaan EM tidak hanya mempercepat proses fermentasi tetapi juga menekan bau yang biasanya muncul pada proses penguraian bahan organik.                                                                                         



Manfaat Pupuk Organik Bokashi
1. Menggemburkan tanah.
2. Menghasilkan unsur hara mikro dan makro yang cepat terserap oleh perakaran tanaman.
3. Mencegah timbulnya jamur pada pupuk kandang dan tanah lingkungan  tanaman.
4. Merangsang pertumbuhan yang cepat dengan populasi maksimal.
5. Mengurangi penggunaan pupuk kimia 50% sampai 70%.
6.  Menekan populasi perkembangan hama atau bakteri patogen sehingga mengurangi penggunaan insektisida, pestisida maupun fungisida.
Limbah Organik Sektor Perikanan
KOLAGEN DARI LIMBAH SISIK IKAN SECARA EKSTRAKSI ENZIMATIS
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki potensi besar dibidang perikanan. Salah satu permasalahan yang timbul adalah belum tersedianya unit pengolahan limbah perikanan, khususnya untuk pengolahan kulit dan sisik ikan. Kulit dan sisik ikan merupakan salah satu sumber utama kolagen. Kolagen sendiri merupakan protein penghubung jaringan yang banyak digunakan sebagai aditif pada makanan, pharmacy dan kosmetik. Selama ini kebutuhan kolagen lebih banyak dipenuhi dari unggas. Seiring banyaknya penyakit yang ditemukan pada unggas, maka sumber kolagen dari kulit dan sisik ikan merupakan salah satu alternatif yang menjanjikan. Pembuatan kolagen dari sisik ikan dapat dilakukan melalui ekstraksi baik secara konvensional maupun secara enzimatis. Cara ekstraksi enzimatis ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan ekstraksi konvensional, diantaranya adalah tidak menggunakan solvent organik, sehingga dampaknya terhadap lingkungan minimal, kolagen yang dihasilkan aman untuk konsumsi manusia karena tidak mengandung bahan kimia, kualitas produk yang dihasilkan lebih tinggi serta yield yang lebih tinggi. Untuk proses ekstraksi enzimatis ini enzim yang digunakan adalah enzym protease yang berfungsi memecah protein.
Indonesia adalah negara kepulauan yang 2/3 wilayahnya terdiri dari lautan serta memiliki garis pantai sepanjang ± 80.791,42 Km. Dengan luasnya wilayah perairan Indonesia maka pengembangan potensi kelautan dan perikanan menjadi salah satu sektor unggulan pemerintah. Departemen Perikanan dan Kelautan sendiri menargetkan pencapaian produksi perikanan Indonesia pada tahun 2009 mencapai 10 juta ton dari total potensi perikanan sebesar 65 juta ton (Tempo interaktif, Juni 2004). Meningkatnya produksi ikan akan diiringi pula peningkatan limbah ikan baik berupa kulit dan sisik ikan. Limbah dari sektor perikanan selain dihasilkan oleh TPI juga dihasilkan oleh industri-indusrti kecil yang bergerak dibidang pengasapan ikan, presto ikan, terasi dan ikan asin. Saat ini belum ada upaya untuk mengolah lebih lanjut limbah kelautan dan perikanan yang berupa kulit dan sisik ikan. Limbah kulit dan sisik ikan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kolagen. Kolagen merupakan protein penghubung jaringan yang banyak dijumpai pada hewan. Kolagen memiliki berbagai kegunaan diantaranya sebagai bahan additif pada industri makanan, pharmacy, kosmetik dan industri photograpy. Kolagen adalah komponen utama lapisan kulit dermis (bagian bawah epidermis) yang dibuat oleh sel fibroblast. Pada dasarnya kolagen adalah senyawa protein rantai panjang yang tersusun lagi atas asam amino alanin, arginin, lisin, glisin, prolin, serta hiroksiproline. Sebelum menjadi kolagen, terlebih dahulu terbentuk pro kolagen.
Kolagen merupakan protein penting yang menghubungkan sel dengan sel yang lain. Sepertiga dari protein yang terkandung dalam tubuh manusia terdiri dari kolagen. Fungsi dari kolagen pada tubuh berbeda-beda tergantung pada lokasinya. Namun demikian, kolagen sangat diperlukan dalam menjaga kemuda-an dan kesehatan Adapun kegunaan kolagen diantaranya adalah:
ü Suplemen makanan
ü Kosmetik :Beauty masks, skin lotions
and creams, etc.
ü Makanan : sebagai aditif pada makanan
dan minuman ringan
ü Kegunaan yang lebih beragam (dapat
digunakan dalam industri makanan)
Bahan baku murah (limbah)
Sebagai negara yang terus menggalakkan potensi perikanan, pengolahan limbah kulit dan sisik ikan menjadi kolagen memberikan dua keuntungan. Keuntungan yang pertama adalah pemecahan masalah limbah perikanan. Sedangkan keuntungan kedua adalah pemenuhan kebutuhan kolagen dalam negeri untuk penghematan devisa. Bahkan jika pengolahan limbah ini dapat dilakukan secara optimal, maka Indonesia mungkin akan menjadi salah satu negara pengekspor kolagen. Proses produksi kolagen dari kulit dan sisik ikan dapat dilakukan melalui proses ekstraksi secara konvensional dengan menggunakan solvent maupun ekstraksi secara enzymatis. Ekstraksi adalah suatu metoda operasi yang digunakan dalam proses pemisahan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan sejumlah massa bahan (Solven) sebagai materi pemisah. Apabila komponen yang akan dipisahkan (Solute) berada dalam fasa padat, maka proses tersebut dinamakan pelindihan atau Leaching. Sedangkan istilah Ekstraksi umum dipakai jika solute berada dalam fasa cair.
Ekstraksi Konvensional Secara sederhana proses pemisahan dengan cara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar: 1. Proses penyampuran pelarut dan umpan. 2. Proses perpindahan massa dari umpan ke pelarut. 3. Proses pemisahan fasa, antara ekstrak dan rafinat. Sebagai zat pemisah, solven harus dipilih sedemikian hingga kelarutannya terhadap komponen selain solut (diluen) adalah terbatas atau bahkan sama sekali tidak saling melarutkan. Karenanya, dalam proses ekstraksi akan terbentuk dua fasa cairan yang saling bersinggungan dan selalu mengadakan kontak. Fasa yang banyak mengandung diluen disebut fasa rafinat (R) sedang fasa yang banyak mengandung solven disebut fasa ekstrak (E). Proses ekstraksi padat-cair dipengaruhi oleh pelarut, temperatur, ukuran bahan dan waktu pengontakan, sedangkan tekanan tidak berpengaruh. Pada ekstraksi konvensional, biasanya digunakan senyawa organik sebagai solvent. Cara ini memiliki kelemahan yaitu penggunaan zat kimia yang dapat merugikan lingkungan serta adanya kemungkinan sisa bahan kimia dalam produk. Ekstraksi Enzimatis Ekstraksi enzimatis pada prinsipnya sama dengan ekstraksi konvensional. Hanya saja disini digunakan enzim yang berfungsi mengambil zat yang akan diekstrak. Dengan demikian tidak diperlukan lagi pelarut khusus (solvent) dalam proses ekstraksi. Pelarut yang biasanya ditambahkan dalam ekstraksi enzimatis adalah air. Cara ekstraksi enzimatis ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan ekstraksi konvensional, diantaranya :
o   Tidak menggunakan solvent organik, sehingga dampaknya terhadap lingkungan minimal
o   Kolagen yang dihasilkan aman untuk konsumsi manusia karena tidak mengandung bahan kimia
o   Kualitas produk dan yield yang dihasilkan lebih tinggi
Pada ekstraksi enzimatis, digunakan enzim yang berfungsi memecah protein. Enzim protease adalah enzim yang berfungsi memecah protein dengan cara menghidrolisa ikatan peptida yang menghubungkan asam –asam amino dalam rantai polipeptida. Enzim protease berada secara alami di semua makhluk hidup. Dalam tubuh manusia, enzim ini berfungsi pada berbagai proses tubuh mulai dari proses sederhana seperti pencernaan protein sampai pada proses tubuh yang rumit seperti pembekuan aliran darah Kelompok enzim protease memecah protein dengan dua cara. Cara yang pertama adalah dengan merusak asam amino yang berada di ujung rantai sedangkan cara kedua dengan merusak ikatan peptida yang ada di dalam protein.
Daftar Pustaka :
Gudmundsson,M.,2002.”Rheological properties of fish gelatins”. J.Food
Mita, W, 2008, “Perbaikan Daya Saing Industri Perikanan Melalui Pemanfaatan Limbah Non Ekonomis Ikan Menjadi Gelatin”,
LIMBAH Organik Sektor Perhutanan
Produksi kayu bulat dari HT menjadi 150 juta m3, HA menjadi 50 juta m3, dan HR sebesar 100 juta m3 a. Potensi ril limbah untuk limbah pembalakan = 12,5 juta m3 b. Potensi ril limbah penggergajian = 125 juta m3 2. Limbah tersebut akan lapuk selama 10-20 tahun tergantung berat jenis kayu dan akan menghasilkan emisi CO2 sebesar 57,3 juta ton untuk limbah penggergajian dan 5,73 juta ton untuk limbah pembalakan.
Prosesnya yaitu Dibakar pada suhu tinggi dengan oksigen terbatas selama beberapa jam, tergantung jenis material sehingga menjadi arang.


Aplikasinya :
·        Arang dapat berfungsi sebagai pembangun kesuburan tanah
·        Penggunaan arang dapat meningkatkan bakteri tanah dan bakteri pengikat nitrogen
·        Penggunaan 25% arang serbuk gergaji pada media pada tanaman Eucalyptus citriodora dapat meningkatkan pertumbuhan 2-3x
·        Penggunaan arang 25% arang serbuk gergaji juga dapat memacu pertumbuhan seedling Acacia mangium dan meningkatkan jumlah serabut akar

Limbah Organik Sektor Peternakan
limbah ternak untuk menghasilkan kompos
Kotoran dan air kencing merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dalam pemeliharaan ternak selain limbah yang berupa sisa pakan. Pada umumnya setiap kilogram daging sapi yang dihasilkan ternak sapi potong juga menghasilkan 25 kg kotoran padat.Besarnya limbah padat yang dihasilkan dari usaha penggemukan sapi potong berpotensi dimanfaatkan menjadi sumber kompos dan berpotensi untuk dijadikan sumber pendapatan tambahan dari usaha penggemukan sapi potong. Sebagai contoh, untuk penggemukan dengan target pertambahan berat badan harian (PBBH) sebesar 0,5 kg akan dihasilkan sebanyak 12,5 kg kotoran per hari. Jika target penggemukan adalah pertambahan berat badan sebesar 90 kg dalam satu periode penggemukan selama 6 bulan akan dihasilkan kotoran sebanyak 2,2 ton dari seekor ternak setiap satu periode penggemukan. Jika kotoran ternak dan sisa pakan diproses menjadi kompos maka setidaknya dari setiap ekor sapi penggemukan dapat dihasilkan 1,5 ton kompos per 6 bulan.
Pengomposan merupakan proses biodegradasi bahan organik menjadi kompos dimana proses dekomposisi atau penguraian dilakukan oleh bakteri, yeast dan jamur. Untuk mempercepat proses dekomposisi bahan-bahan limbah organik menjadi pupuk organik yang siap dimanfaatkan oleh tanaman dilakukan proses penguraian secara artifisial. Kotoran ternak sapi dapat dijadikan bahan utama pembuatan kompos karena memiliki kandungan nitrogen, potassium dan materi serat yang tinggi. Kotoran ternak ini perlu penambahan bahan-bahan seperti serbuk
gergaji, abu, kapur dan bahan lain yang mempunyai kandungan serat yang tinggi untuk memberikan suplai nutrisi yang seimbang pada mikroba pengurai sehingga selain proses dekomposisi dapat berjalan lebih cepat juga dapat dihasilkan kompos yang berkualitas tinggi.
limbah ternak untuk menghasilkan biogas
Sapi Bali dewasa yang dikandangkan menghasilkan kotoran segar sebanyak 6 sampai 8 kg/hari. Kotoran tersebut dapat langsung digunakan untuk menghasilkan gas bio dan kemudian limbah padatnya masih dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Gas bio merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi tertutup bahan-bahan organik termasuk kotoran ternak. Fermentasi tertutup dapat berlangsung jika kotoran dimasukkan dalam satu tempat tertutup yang disebut reaktor. Untuk skala rumah tangga dengan jumlah ternak 2 – 4 ekor atau suplai kotoran sebanyak kurang lebih 25 kg/hari cukup menggunakan tabung reaktor berkapasitas 2500 – 5000 liter yang dapat menghasilkan biogas setara dengan 2 liter minyak tanah/hari dan mampu memenuhi kebutuhan energi memasak satu rumah tangga pedesaan dengan 6 orang anggota keluarga. Jika harga eceran minyak tanah Rp. 3.500/liter maka penggunaan biogas dapat mengurangi biaya rumah tangga sebesar Rp 2.500.000/tahun. Satu reaktor biogas kapasitas 2500 liter membutuhkan biaya Rp. 3.500.000 dengan umur penggunaan berkisar 10 tahun. Dengan demikian penggunaan biogas secara nyata menurunkan biaya rumah tangga tani untuk membeli minyak tanah.
KOMPOS
Kompos adalah pupuk organik yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari limbah/sisa tanaman, kotoran hewan atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau dan humus yang telah mengalami dekomposisi. Kompos dari sisa/limbah tanaman maupun limbah ternak mengandung unsur hara baik mikro maupun makro yang lengkap (N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn,Mn, B dan S).
Manfaat penggunaan kompos terhadap tanah menambah kesuburan tanah,memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah dan gembur, memperbaiki sifat kimiawi tanah sehingga unsur hara yang tersedia dalam tanah lebih mudah diserap oleh tanaman, memperbaiki tata air dan udara di dalam tanah sehingga suhu tanah akan lebih stabil, mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara sehingga tidak mudah larut oleh air hujan atau air pengairan dan memperbaikikehidupan jasat renik yang hidup di dalam tanah

Prinsip dekomposisi dalam pembuatan kompos
Prinsip yang digunakan dalam pembuatan kompos adalah proses dekomposisi atau penguraian yang merubah limbah organik menjadi pupuk organik melalui aktifitasbiologis pada kondisi yang terkontrol.
Dekomposisi pada prinsipnya adalah menurunkan karbon dan nitrogen (C/N) ratio dari limbah organiksehingga pupuk organik dapat segera dimanfaatkan oleh tanaman. Pada proses dekomposisi akan terjadi peningkatan temperatur yang dapat berfungsi untuk membunuh biji tanaman liar (gulma), bakteri-bakteri patogen dan membentuk suatu produk perombakan yang seragam berupa pupuk organik.
Beberapa unsur penting yang diperlukan agar proses penguraian dapat berjalan dengan baik yaitu; 1). Karbon (C) sebagai sumber energi bagi mikroba pengurai dan. akan diurai melalui proses oksidasi yang menghasilkan panas; 2). Nitrogen (N) sebagai sumber protein bagi bakteri untuk bertumbuh dan memperbanyak diri; 3). Oksigen (O) sebagai bahan untuk mengoksidasi unsur karbon melalui proses dekomposisi dan air (H2O) untuk menjamin proses dekomposisi berlangsung baik dan tidak menyebabkaN suasana anaerob.


Tabel 1. Faktor berpengaruh dan kisaran toleransi unsur dalam bahan kompos untuk menjamin terjadinya proses pengomposan

No
Faktor
Kisaran
1.
Temperature
54-600C
2.
Ratio carbon ke nitrogen (C/N)
25:1 – 30:1
3.
Aerasi, persen oksigen
>5%
4.
Kelembaban/kadar air
50-60%
5.
Porositas
30-36%
6.
pH
6.5-7.5

Faktor berpengaruh yang harus dikontrol dalam pembuatan kompos:
1. C/N ratio; mikroba membutuhkan karbon (C) 20 sampai 25 kali lebih banyak dari nitrogen (N) untuk tetap aktif. Sumber karbon pada pembuatan kompos dapat berasal dari potongan kayu kecil, serbuk gergaji, jerami padi dan bahan lain yang berserat tinggi. Sumber N berasal dari kotoran ternak. C/ N ratio > 25 akan menyebabkan dekomposisi berjalan lamban karena kekurangan N sebaliknya C/N ratio < 20 akan menyebabkan terjadinya pembentukan gas ammonia sehingga menimbulkan bau.
2. Aerasi udara diperlukan untuk menghindari terjadinya kondisi anaerobic yang menimbulkan bau. Pembalikan secara teratur dapat meningkatkan aerasi. Kekurangan udara akan menimbulkan gas metan, aktivitas mikroba menurun dan temperatur menurun. Sebaliknya kelebihan aerasi menyebabkan bahan kompos menjadi kering dan unsur N menghilang.
3. Kelembapan merupakan unsur penting dalam metabolisma pada mikroba. Kelembapan yang baik adalah 50-60%, terlalu basah (>60%) dapat mengakibatkan muncul bau yang tidak sedap dan aktivitas mikroba menurun, temperatur juga menurun dan jika terlalu kering (<40%) aktivitas mikroba juga menurun.





memanfaatkan kotoran ternak dan sisa-sisa pakan untuk dijadikan pupuk kompos antara lain:
1. Kandang menjadi lebih bersih
2. Kotoran yang dikumpulkan mengurangi pencemaran lingkungan
3. Mengurangi populasi lalat di sekitar kandang
4. Mengurangi terjadinya infeksi cacing mata (Thelazia) yang sering menyerang ternak
5. Pembuatan kompos dapat dilakukan secara alamiah atau menggunakan dekomposer
6. Secara langsung kompos digunakan untuk lahan pertanian atau dapat dijual Beberapa syarat yang perlu diperhatikan mengenai

tempat pembuatan kompos yaitu:
1. Lantai lebih tinggi dari sekitarnya untuk menghindari genangan air
2. Memiliki atap untuk mengindari sinar matahari langsung atau hujan

Cara pembuatan kompos
Bahan yang diperlukan :
● Kotoran sapi 80 – 83%
● Serbuk gergaji 5%
● Abu sekam 10%
● Kalsit/Kapur 2%
● Dekomposer 0,25%

Proses Pembuatan
1. Kotoran sapi dikumpulkan dan ditiriskan selama satu minggu untuk mengurangi kadar air (± 60%)
2. Kotoran sapi yang sudah ditiriskan kemudian dicampur dengan bahan-bahan organik seperti ampas gergaji, abu sekam, kapur dan dekomposer. Seluruh bahan dicampur dan diaduk merata.
3. Setelah seminggu tumpukan dibalik/diaduk merata untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan. Pada tahap ini diharapkan terjadi peningkatan suhu sampai 600C, dibiarkan lagi selama seminggu dan dibalik setiap minggu
4. Pada minggu keempat kompos telah matang dengan warna pupuk coklat kehitaman bertekstur remah tak berbau, untuk mendapatkan bentuk yang seragam serta memisahkan dari bahan yang tidak diharapkan (misalnya batu, potongan kayu,
rafia) maka pupuk diayak/disaring
5. Selanjutnya kompos siap untuk diaplikasikan pada lahan atau tanaman.


Biogas dan Aplikasinya
Biogas adalah campuran gas yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik yang terjadi pada material-material yang dapat terurai secara alami dalam kondisi anaerobik.Pada umumnya biogas terdiri atas gas metan (CH4) sebesar 50-70%, gas karbon dioksida (CO2) sebesar 30-40%, Hidrogen 5 – 10% dan gas-gas lainnya dalam jumlah yangsedikit.
Untuk memanfaatkan kotoran ternak menjadi biogas, diperlukan beberapa syarat yang terkait dengan aspek teknis, infrastruktur, manajemen dan sumber daya
manusia. Bila faktor tersebut dapat dipenuhi, maka pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas sebagai penyedia energi di pedesaan dapat berjalan dengan
optimal.
Terdapat sepuluh faktor yang dapat mempengaruhi optimasi pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas yaitu:
1. Ketersediaan ternak
Jenis, jumlah dan sebaran ternak di suatu daerah dapat menjadi potensi bagi pengembangan biogas. Hal ini karena biogas dijalankan dengan memanfaatkan
kotoran ternak. Untuk menjalankan biogas skala individual atau rumah tangga diperlukan kotoran ternak dari 2 – 4 ekor sapi dewasa.
2. Kepemilikan ternak
Jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak menjadidasar pemilihan jenis dan kapasitas biogas yang dapat digunakan. Bila ternak sapi dewasa yang dimiliki lebih
dari 4 ekor , maka dapat dipilih biogas dengan kapasitas yang lebih besar (berbahan fiber atau semen) atau beberapa biogas skala rumah tangga.
3. Pola pemeliharaan ternak
Ketersediaan kotoran ternak perlu dijaga agar biogas dapat berfungsi optimal. Kotoran ternak lebih mudah didapatkan bila ternak dipelihara dengan cara  dikandangkan dibandingkan dengan cara digembalakan.
4. Ketersediaan lahan
Untuk membangun biogas diperlukan lahan di sekitar kandang yang luasannya bergantung pada jenis dan kapasitas biogas. Lahan yang dibutuhkan untuk membangun reaktor biogas skala terkecil (skala rumah tangga) adalah 14 m2 (7m x 2m).
5. Tenaga kerja
Untuk mengoperasikan biogas diperlukan tenaga kerja yang berasal dari peternak/pengelola itu sendiri. Hal ini penting mengingat biogas dapat berfungsi optimal bila pengisian kotoran ke dalam reaktor dilakukan dengan baik serta dilakukan perawatan peralatannya. Banyak kasus mengenai tidak beroperasinya atau tidak optimalnya biogas disebabkan karena: pertama, tidak adanya tenaga kerja yang menangani unit tersebut; kedua, peternak/pengelola tidak memiliki waktu untuk melakukan pengisian kotoran karena memiliki pekerjaan lain selain memelihara ternak.


6. Manajemen limbah/kotoran
Manajemen limbah/kotoran terkait dengan penentuan komposisi padat-cair kotoran ternak yang sesuai untuk menghasilkan biogas, frekuensi pemasukan kotoran, dan pengangkutan atau pengaliran kotoran ternak ke dalam reaktor. Baha baku reaktor biogas adalah kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1:3. Frekuensi pemasukan kotoran dilakukan setiap satu atau dua hari sekali. Pemasukan kotoran ini dapat dilakukan dengan cara diangkut atau melalui saluran.
7. Kebutuhan energi
Sumber energi dari biogas dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan jika ketersediaan sumber energi lain terbatas. Bila sumber energi lain tersedia maka peternak dapat diarahkan untuk mengolah kotoran ternaknya menjadi kompos.
8. Jarak (antara kandang reaktor dan rumah)
Agar pemanfaatan energi biogas dapat optimal sebaiknya antara kandang, reaktor dan rumah tidak telampau jauh.
9. Pengelolaan hasil samping biogas
Pengelolaan hasil samping biogas ditujukan untuk memanfaatkannya menjadi pupuk cair dan pupuk padat (kompos).
10. Sarana Pendukung
Sarana pendukung berupa peralatan kerja digunakan untuk mempermudah/meringankan pekerjaan/perawatan instalasi biogas. Selain sepuluh faktor di atas, kemauan peternak/pelaku untuk, menjalankan instalasi biogas dan merawatnya serta memanfaatkan energi biogas menjadi modal utama dalam pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas.
Daftar Pustaka :
Ni Nyoman Santi, 2010. Pemanfaatan Kotoran Ternak Skala
Rumah Tangga Sebagai Sumber Energi Alternatif
Biogas.
Eddy Nurtjahya dkk, 2003. Pemanfaatan Limbah Ternak
Ruminansia Untuk Mengurangi Pencemaran
Lingkungan. Makalah Pengantar Falsafah Sains.
Program Pasca Sarjana/S3 Institut Pertanian Bogor.

Limbah Organik Sektor Perkebunan

LIMBAH INDUSTRI KELAPA SAWIT Proses pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi crude palm oil (CPO) menghasilkan biomassa produk samping yang jumlahnya sangat besar . Tahun 2004 volume produk samping sawit sebesar 12 .365 juta ton tandan kosong kelapa sawit (TKKS), 10.215 juta ton cangkang dan serat, dan 32.257 - 37 .633 juta ton limbah cair (Palm Oil Mill E„r luent/POME) . Jumlah ini akan terus meningkat dengan meningkatnya produksi TBS Indonesia . Produksi TBS Indonesia di tahun 2004 mencapai 53 .762 juta ton dan pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 64 .000 juta ton . Disamping itu usaha budidaya kelapa sawit, selain hasil pokok CPO dan Inti Sawit, masih terdapat sejumlah hasil samping dan limbah seperti : pelepah, daun, bungkil, lumpur dan lain-lain . Limbah dari industri kelapa sawit meliputi padatan, cair dan gas . Pasir atau tanah dari perkebunan, tandan buah, ampas, kulit kering batok/cangkang serta lumpur dari kolam pengolah limbah cair merupakan bentuk limbah padatan. Sedangkan limbah cair berasal dari pengembunan uap air .
LIMBAH KELAPA SAWIT SEBAGAI SUMBER PUPUK ORGANIK
 Volume limbah padat di perkebunan kelapa sawit cukup besar, berasal dari daun, pelepah, dan tandan, sehingga membutuhkan curahan tenaga kerja yang cukup banyak dan memerlukan biaya transportasi untuk penanganannya. Untuk membantu menutup biaya yang diperlukan dalam penanganan limbah padat di kebun kelapa sawit, telah dirancang teknologi pengolahan limbah padat menjadi kompos yang merupakan bahan bemilai ekonomi yang lebih kecil biaya transportasinya . Kompos dari tandan kosong kelapa sawit Teknologi produksi kompos dari tandan kosong sawit (TKS) merupakan satu teknologi pengolahan limbah yang sekaligus dapat mengatasi masalah limbah padat dan limbah cair di PKS. Penerapan teknologi ini memungkinkan PKS untuk menerapkan konsep zero waste yang berarti tidak ada lagi limbah padat dan cair yang dibuang. Proses pengomposan TKS dimulai dengan pencacahan TKS dengan mesin pencacah . TKS yang telah dicacah ditumpuk di atas lantai semen pada udara terbuka atau di bawah atap . Tumpukan dibalik 3 - 5 kali seminggu dengan mesin pembalik BAKHUS dan disiram dengan 8 5 Tahun Luas Areal ( .000 Ha) PR PBN PBS Nasional 2006 2 .017 702 3 .254 5 .973 2007 2 .337 727 3 .449 6 .513 2008 2 .657 752 3 .644 7 .053 2009 2 .997 777 3 .839 7 .593 2010 3 .292 802 3 .929 8 .023 2015 3 .792 927 4 .289 9 .008 2020 3 .792 927 4 .289 9.008 2025 3 .792 927 4 .289 9.008 %Tahun 3,4 1,5 1,5 2,2 8 6 Seminar Oprimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawil dan Indusiri Olahannya sebagai Pakan Ternak limbah cair PKS . Pada akhir pengomposan yang berlangsung selama 6-8 minggu, kompos diayak dan dikemas . Total biaya investasi produksi kompos dari TKS berkisar Rp . 4 miliar untuk PKS dengan kapasita 30 ton TBS/jam . Dengan asumsi produksi kompos per hari 60 ton, maka biaya produksi kompos adalah Rp . 150/kg. Dengan harga jual kompos bulk Rp. 400/kg, keuntungan langsung yang diperoleh sebesar Rp. 366/kg atau sekitar Rp . 2,28 miliar/tahun sebelum pajak . Pemerintah Kabupaten Paser Kalimantan Timur saat ini telah merencanakan pembuatan pupuk organik dari jakos dan Palm oil mill efluent (POME) atau limbah cair menjadi pupuk organik . Aplikasi tehnologi ini baru pertama kali yang akan diterapkan di Indonesia (KALTIM POST, 29 Juni 2007) . Manfaat pembuatan pupuk organik ini bagi daerah, antara lain meningkatkan pendapatan daerah, dan petani akan memperoleh tambahan hasil . Juga membuka lapangan kerja baru dan ikut memelihara lingkungan. Di Riau telah juga dibuat kompos dari limbah kelapa sawit . Kompos dari bahan sawit ini telah diproduksi menjadi komplet-vit (pelet) .
LIMBAH KELAPA SAWIT SEBAGAI SUMBER PAKAN ALTERNATIF
 Pakan sebagai komponen utama peternakan Keberhasilan pengembangan peternakan sangat ditentukan oleh penyediaan pakan ternak (DJAENUDIN, et al ., 1996) . Ketersediaan pakan akan menentukan keberlanjutan usaha peternakan pada suatu wilayah . Di Indonesia sumber pakan ternak ruminansia cukup banyak variasinya, antara lain dari pelepah sawit, dan bungkil sawit . Sumber pakan dari padang penggembalaan sering menghadapi masalah karena adanya persaingan dalam penggunaan lahan . Di masa depan industri pakan ternak sebaiknya lebih diarahkan untuk pemanfaatan limbah, seperti limbah dari kelapa sawit . Bahan pakan limbah perkebunan kelapa sawit dapat berasal dari bungkil inti sawit, solid, dan pelepah serta daun . Dalam sistem produksi peternakan, disamping kualitas bibit, pakan merupakan komponen utama yang menentukan tingkat produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan, baik ditinjau dari segi teknis maupun ekonomis. Dalam berbagai literatur disebutkan, dua faktor penting yang menentukan produktivitas peternakan, yaitu genetik dan lingkungan, dengan tingkat Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak perbandingan 30/70 persen . Dengan kata lain, faktor lingkungan lebih dominan. Dari 70 persen faktor lingkungan itu, lebih dua pertiganya adalah faktor pakan, yang merupakan salah satu kendala dalam pengembangan peternakan di negeri kita . Dari segi teknis, kualitas pakan dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan ternak dalam mencapai tingkat produktivitas yang diharapkan, tanpa adanya gangguan kesehatan hewan untuk keragaan yang optimal . Sedangkan dari segi ekonomis, biaya pakan merupakan komponen biaya tertinggi (60-70%).

Lumpur sawit sebagai pakan ternak
Sampai saat ini, Indonesia masih mengimpor bahan pakan dalam negeri . Jumlah impor ini terus meningkat sesuai dengan peningkatan kebutuhan akan produk peternakan. Di lain pihak, Indonesia memiliki bahan pakan lokal yang belum lazim dimanfaatkan . Salah satu diantaranya adalah lumpur sawit yang merupakan limbah pengolahan minyak sawit . Pada tahun 2001, produksi lumpur sawit (kering) diperkirakan sebanyak 632.570 ton dan jumlah ini akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan produksi minyak sawit (SINURAT, 2003). Lumpur sawit merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pemerasan buah sawit untuk menghasilkan minyak sawit kasar atau 8 7 Uraian Kisaran Bahan kering, % 90 Kecemaan BK pada ayam, % 24,5 Lemak kasar, % 10,4 Serat kasar, % 11,5-32,9 ADF, % 44,29 NDF, % 62,77 Energi kasar (GE), Kkal/kg 3315-4470 EM (TME), Kkalkg 1125-1593 Protein kasar, % 9,6-14,52 Protein sejati, % 8,9-10,44 Asam amino, Threonin 0,33-0,78 Alanine 0,41-0,56 Sistin 0,12-0,13 Valine 0,36-0,48 Metionin 0,14-0,16 Isoleusin 0,35 Leusin 0,52-0,60 Fenilalanin 0,21 Lisin 0,21-0,31 Arginin 0,19-0,21 Abu, % 9-25 Kalsium (Ca), % 0,50-0,97 Fosfor (P), % 0,17-0,75 Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan industri Olahannya sebagai Pakan Ternak crude palm oil (CPO). Jumlah produksi lumpur sawit sangat tergantung dari jumlah buah sawit yang diolah. Menurut DEVENDRA (1978), lumpur sawit (setara kering) akan dihasilkan sebanyak 2% dari tandan buah segar atau sekitar 10% dari minyak sawit kasar yang dihasilkan.

POTENSI PRODUK LIMBAH KELAPA SAWIT Manfaat perkebunan kelapa sawit yang sudah banyak dirasakan oleh peternak ruminansia, terutama adalah potensi hijauan yang tumbuh sebagai gulma di areal tanaman sawit . Yang tidak kalah pentingnya adalah adanya . limbah dan hasil ikutan industri pengolahan tandan buah sawit yang dapat digunakan sebagai pakan ternak ruminansia yaitu : solid decanter, bungkil inti sawit atau PKC (Palm Kernel Cake), sabut sawit atau PPF (Palm Press Fiber) dan lumpur sawit atau POS (Palm Oil Sludge) kering (DAVENDRA, 1977 ; SUTARDI, 1997 ; SIANIPAR el al., 1998) . Limbah solid sawit sebagai pakan ternak Bahan pakan limbah perkebunan kelapa sawit dapat berasal dari bungkil Inti Sawit, solid, dan pelepah serta daun . Dari hasil kajian memberikan bukti nyata bahwa bahan pakan limbah kelapa sawit (solid sawit) yang tersedia secara melimpah bisa dijadikan sebagai sumber pakan ternak terutama untuk ternak ruminansia (UTomo dan WIDJAJA, 2004) . Kandungan nutrisi solid sawit dapat dilihat pada Tabel 3 . Disamping limbah industri kelapa sawit tersebut, limbah kebun sawit yang cukup potensial bagi produksi ternak adalah pelepah dan daun tanaman sawit yang oleh perusahaan dibuang setiap pemanenan tandan buah sawit . Menurut PAIN (1995) yang disitasi oleh SUDARYANTO, et al, . (1999) kebun sawit dapat menghasilkan limbah pelepah sebesar 10,5 ton/Ha . Limbah kelapa sawit dapat digunakan sebagai pakan tambahan sumber energi dan protein . Harga limbah kelapa sawit umumnya masih relatif sangat murah . Namun dalam pemanfaatannya perlu dicermati kandungan nutrisi dan bentuk fisiknya yang dapat mempengaruhi peman-faatan dan nilai ekonominya, seperti : pelepah/ daun sawit banyak mengandung serat kasar dan lignin No Kandungan nutrisi Jumlah No Jenis asam amino Jumlah (%) 1 . Bahan kering (%) 81,65 -93,14 15 . Aspartat 0,89 2 . Protein kasar(%) 12,63 -17,41 16 . Glutamat 1,00 3 . Lemak kasar (%) 7,12-15,15 17 . Serina 0,50 4 . Serat kasar (%) 9,98-25,79 18 . Glisina 0,01 5 . Energi bruto (kkal/kg) 3217,00 - 3454,00 19 . Histidina 0,10 6 . Ca (%) 0,03-0,78 20 . Arginina 0,20 7 . P (%) 0,00-0,58 21 . Treonina 0,08 8 . Karoten (lU) 109,75 22 . Alanina 0,61 9 . NDF (%) 58,58 23 . Prolina 0,06 10. ADF (%) 53,33 24 . Tirosina 0,42 11 . Hemiselulosa (%) 5,25 25 . Valina 0,43 12 . Selulosa (%) 26,35 26 . Metionina 0,92 13 . Lignin (%) 22,31 27 . Sisteina 0,33 14 . Silika (%) 4,47 28 . Isoleusina 0,51 29 . Leusina 0,31 30 . Fenilalanina 0,37 31 . Lisina 0,40 Seminar Oplimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak (kayu) yang tidak bisa dicerna oleh mikroba dalam rumen ternak. Dalam pemanfaatannya dibutuhkan perlakuan pendahuluan seperti pemisahan kulit dan daging pelepah . Pemisahan daun dengan lidi membutuhkan biaya prosesing . Perubahan bentuk fisik serat menjadi lebih kecil atau menjadi tepung memudahkan dalam proses pencampuran dengan bahan lain dalam formula pakan tambahan (SIANIPAR, et al., 2003) . Hasil penelitian SIANIPAR, et a!. (2003) menunjukkan bahwa produksi limbah perkebunan kelapa sawit secara fisik cukup potensial sebagai sumber pakan ternak (pelepah 486 ton/Ha, daun sawit 17,1 ton/Ha, solid 840 ton/Ha, bungkil inti sawit 567 ton/Ha) . Dikaitkan dengan populasi ternak kambing di Indonesia sekarang ini (13 .065 .700 ekor) dapat ditingkatkan kapasitas tampung pakan sebesar 33,1 kali lipat dari populasi yang ada sekarang. Namun perlu dicermati bahwa jenis limbah pelepah dan daun sawit secara teknis dalam pemanfaatannya tidak efisien karena kandungan proteinnya relatif rendah serta harus terlebih dahulu mengalami perlakuan (merubah bentuk fisik) . Bahan ini tidak dapat diberikan secara tunggal karena kurang disukai ternak . Limbah akan termanfaatkan bila digunakan sebagai komponen pakan komplet agar dapat dikonsumsi oleh ternak dan secara ekonomi juga produksi limbah sawit tidak efisien karena kandungan nutrisinya terutama protein relatif rendah . Setiap hektar kebun sawit terdapat 120-130 pohon dengan manajemen panen 5,'7 (5 hari/ minggu) maka terdapat sejumlah 26 pohon yang dapat dipangkas dengan jumlah sebanyak 2-3 pelepah per pohon dan rataan produksi pelepah per pohon sebesar 14,8 kg bagian yang dapat digunakan sebagai pakan ternak (daging pelepah). Dalam satu hektar kebun sawit dapat dihasilkan sebanyak 486 ton pelepah kering, 17,1 ton daun sawit kering. Sedangkan dari pabrik kelapa sawit (PKS) dihasilkan limbah sebanyak 840-1260 kg solid decanter, sludge 0,042 ton dan 567 kg PKC (bungkil inti sawit) . Rendemen masing-masing yaitu 4-6% untuk solid decanter, sludge 0,2% dan PKC 45% dari TBS (tndan buah sawit segar) yang diolah . Bila koefisien teknis ini jika dikaitkan dengan luas kebun sawit di Indonesia tahun 2000, maka produksi limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit, yang paling tinggi terdapat di Pulau Sumatera khususnya Provinsi Riau dan Sumatera Utara . Pada usaha ternak sambilan (low input) maka potensi pemanfaatan pelepah tidak feasible (tidak layak) . Namun jika pemanfaatan pelepah dilakukan pada usaha agribisnis (skala komersial/skala besar) maka besar kemungkinannya . Meskipun tingkat keuntungan dari penggunaan pelepah dan daun sawit relatif rendah . Jika diakumulasikan ke dalam skala usaha yang relatif besar, maka keuntungan usaha akan semakin tinggi, dan menjadi layak digunakan sebagai pakan terlebih jika dibandingkan dengan mengandalkan rumput sebagai pakan pokok yang kapasitas tampung ternak per hektar kebun sawit hanya sebesar 2-3 ekor kambing . Dengan penggunaan pelepah dapat menampung 127 ekor kambing per hektar kebun sawit.

Daftar Pustaka :
ARITONANG, D. 1986 . Perkebunan kelapa sawit sebagai sumber pakan ternak di Indonesia . Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian V(4): 93-99.
UTOMO, B. N.dan E. WIDJAJA. 2004 . Limbah padat pengolahan minyak sawit sebagai sumber nutrisi ternak ruminansia . Jurnal Litbang Pertanian 23 (1), Jakarta .
DARNOKO dan E.S . SUTARTA. 2006 . Sinar Tani . Jakarta. DJAENUDIN, D., H.
SIANIPAR J ., L . P . BATUBARA dan A. TARIGAN. 2003 . Analisis potensi ekonomi limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit sebagai pakan kambing potong. Makaah Lokakarya Nasional Kambing Potong .
KETAREN, P.P. 1986 . Bungkil inti sawit dan ampas minyak sawit sebagai pakan ternak. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 8 (4-6): 10-11 .

SINURAT, A.P . 2003 . Pemanfaatan lumpur sawit untuk bahan pakan unggas . Wartazoa Vol . 13 No. 2 .