MAKALAH
“KARAKTERISTIK
LIMBAH ORGANIK & PENGOLAHANNYA”

Disusun Oleh : Hanif Aziz Syafiq
NIM :
2041510008
PRODI :
TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS
INTERNASIONAL SEMEN INDONESIA
2017
Limbah Organik
Limbah organik merupakan
jenis limbah yang berasal dari bahan organik baik tumbuhan maupun hewan. Limbah
organik tergolong limbah yang mudah terurai melalui proses alami.
Limbah organik mudah
membusuk, seperti sisa makanan, sayuran, daun-daunan kering, potongan-potongan
kayu, dan sebagainya. Limbah organik terdiri atas bahan-bahan yang besifat
organik seperti dari kegiatan rumah tangga maupun kegiatan industri.
Limbah ini juga bisa dengan
mudah diuraikan melalui proses yang alami. Limbah ini mempunyai sifat kimia
yang stabil sehingga zat tersebut akan mengendap kedalam tanah, dasar sungai,
danau, serta laut dan selanjutnya akan mempengaruhi organisme yang hidup
didalamnya. Limbah organik relatif lebih aman dibandingkan limbah anorganik dan
limbah berbahaya. Bahkan sebagian dari limbah organik tersebut ada yang dapat
dimanfaatkan secara langsung
Karakteristik Limbah Organik
· Karakter Fisik
-
Bentuk zat
-
Suhu
-
Bau
-
Warna
-
Kekeruhan
·
Karakteristik Kimia
ü Bahan Organik
ü BOD ( Biologycal Oxygen Demand )
ü DO ( Dessolved Oxygen )
ü COD ( Chemical Oxygen Demand )
ü pH
ü Logam Berat
·
Karakteristik Biologi
ü Karakteristik biologi digunakan untuk mengukur kualitas air terutama air
yang dikonsumsi sebagai air minum dan air bersih.
Limbah Organik dari Sektor Pertanian
Limbah Pertanian diartikan
sebagai bahan yang dibuang di sektor pertanian,misalnya sabut dan tempurung
kelapa,jerami dan dedak padi, kulit.. Secara garis besar limbah pertanian itu
dibagi ke dalam limbah pra dan Saat panen serta limbah pasca panen. Limbah
pasca panen juga bisa terbagi dalam kelompok limbah sebelum diolah dan limbah
setelah diolah atau limbah industri pertanian.
Limbah pertanian terbagi
atas dua kelompok yaitu :
1. limbah pertanian
pra
limbah pertanian pra panen
yaitu materi-materi biologi yang terkumpul sebelum atau sementara hasil
utamanya diambil. Sebagai contoh daun, ranting, atau daun yang gugur sengaja
atau tidak biasanya dikumpulkan sebagai sampah dan ditangani umumnya hanya
dibakar saja.
2. Limbah pertanian panen
Limbah pertanian saat panen
cukup banyak berlimpah. Golongan tanaman serealia misalnya yang populer di
Indonesia antara lain batang atau jerami saat panen padi, jagung, dan mungkin sorgum.
Limbah industri pertanian
adalah buangan dari pabrik/industri pengolahan
hasil pertanian. Seperti industri-industri lainnya justru limbah ini
yang banyak menimbulkan polusi lingkungan kalau tidak ditangani secara baik.
Jenis industri ini juga cukup banyak. Untuk memudahkan penanganannya limbah
industri pertanian ini bisa dikelompokkan berdasarkan komponen bahan bakunya,
apakah limbah karbohidrat, protein atau lemak demikian juga bisa dikelompokkan
berdasarkan fasanya yang terbesar apakah cairan atau padatan. Untuk
penanganannya, limbah cair biasanya dikelompokkan lagi berdasarkan BOD
(Biological Oxygen Demand)-nya.
Berdasarkan jenis wujud limbah pertanian diklasifikasikan atas
tiga jenis yaitu limbah padat, limbah cair dan limbah gas. Ketiga jenis limbah
ini dapat dikeluarkan sekaligus oleh satu industri ataupun satu persatu sesuai
dengan proses yang ada di industri pertanian.
1. Limbah Padat
Bahan-bahan buangan baik
dari limbah pra panen, limbah panen, limbah pasca panen dan limbah industri
pertanian yang wujudnya padat dikelompokkan pada limbah padat, contoh :
Daun-daun kering, jerami, sabut dan tempurung kelapa. Jika limbah-limbah
tersebut di atas kalau dibiarkan menumpuk saja tanpa penanganan tertentu akan
menyebabkan/menimbulkan keadaan tidak higienis karena menarik serangga
(lalat,kecoa) dan tikus yang seringkali merupakan pembawa berbagai jenis kuman
penyakit.Limbah padat dapat diolah menjadi pupuk dan makanan ternak.
2. Limbah cair
Limbah cair industri
pertanian sangat banyak karena air digunakan untuk :
1. membersihkan bahan pangan
dan peralatan pengolahan.
2. menghanyutkan bahan-bahan
yang tidak dikehendaki (kotoran).
Limbah cair yang berasal
dari industri pertanian banyak mengandung
bahan bahan organik (karbohidrat, lemak dan protein) karena itu mudah
sekali busuk dengan menimbulkan masalah polusi udara (bau) dan polusi air.
Sifat-sifat limbah cair
dibedakan atas tiga kelompok yaitu :
1. sifat fisik misalnya
suhu, pH, warna bau dan endapan.
2. sifat kimiawi misalnya
adanya kandungan organik (karbohidrat,
protein,
lemak dll) dan kandungan an organik
(nitrogen, khlorida, fosfor dll).
3. sifat biologis misalnya ada tidaknya
mikroorganisme. Untuk
Mengukur kadar bahan organik dari limbah
cair biasanya
dilakukan analisis BOD (Biochemical Oxygen
Demand), COD
(Chemical Oxygen Demand).
3.Limbah gas
Limbah gas adalah limbah
berupa gas yang dikeluarkan pada saat pengolahan hasil-hasil pertanian,
misalnya gas yang timbul berupa uap air pada proses pengurangan kadar air
selama proses pelayuan teh dan proses pengeringannya. Limbah gas ini supaya
tidak menimbulkan bahaya yang harus disalurkan
lewat cerobong.
PENGOLAHAN LIMBAH PERTANIAN MENJADI PUPUK ORGANIK BOKASHI
Kata bokashi berasal dari
bahasa jepang yang artinya kira-kira bahan-bahan organik yang sudah diuraikan
(difermentasi). Pupuk bokasi merupakan salah satu bentuk pupuk organik yang
terbuat dari campuran antara bahan-bahan organik dan pupuk kandang yang
difermentasi atau didekomposisi oleh mikroorganisme. Bokashi adalah hasil
fermentasi bahan-bahan organik seperti sekam, serbuk gergajian, jerami, kotoran
hewan dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut difermentasikan dengan bantuan
mikroorganisme aktivator yang mempercepat proses fermentasi. Campuran
mikroorganisme yang digunakan untuk mempercepat fermentasi dikenal sebagai
effective microorganism (EM). Penggunaan EM tidak hanya mempercepat proses
fermentasi tetapi juga menekan bau yang biasanya muncul pada proses penguraian
bahan organik.
Manfaat Pupuk Organik
Bokashi
1. Menggemburkan tanah.
2. Menghasilkan unsur hara
mikro dan makro yang cepat terserap oleh perakaran tanaman.
3. Mencegah timbulnya jamur
pada pupuk kandang dan tanah lingkungan
tanaman.
4. Merangsang pertumbuhan
yang cepat dengan populasi maksimal.
5. Mengurangi penggunaan
pupuk kimia 50% sampai 70%.
6. Menekan populasi perkembangan hama atau
bakteri patogen sehingga mengurangi penggunaan insektisida, pestisida maupun
fungisida.
Limbah Organik Sektor
Perikanan
KOLAGEN DARI LIMBAH SISIK IKAN SECARA EKSTRAKSI ENZIMATIS
Indonesia adalah negara
kepulauan yang memiliki potensi besar dibidang perikanan. Salah satu
permasalahan yang timbul adalah belum tersedianya unit pengolahan limbah
perikanan, khususnya untuk pengolahan kulit dan sisik ikan. Kulit dan sisik
ikan merupakan salah satu sumber utama kolagen. Kolagen sendiri merupakan
protein penghubung jaringan yang banyak digunakan sebagai aditif pada makanan,
pharmacy dan kosmetik. Selama ini kebutuhan kolagen lebih banyak dipenuhi dari
unggas. Seiring banyaknya penyakit yang ditemukan pada unggas, maka sumber kolagen
dari kulit dan sisik ikan merupakan salah satu alternatif yang menjanjikan.
Pembuatan kolagen dari sisik ikan dapat dilakukan melalui ekstraksi baik secara
konvensional maupun secara enzimatis. Cara ekstraksi enzimatis ini memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan dengan ekstraksi konvensional, diantaranya
adalah tidak menggunakan solvent organik, sehingga dampaknya terhadap
lingkungan minimal, kolagen yang dihasilkan aman untuk konsumsi manusia karena
tidak mengandung bahan kimia, kualitas produk yang dihasilkan lebih tinggi
serta yield yang lebih tinggi. Untuk proses ekstraksi enzimatis ini enzim yang
digunakan adalah enzym protease yang berfungsi memecah protein.
Indonesia adalah negara kepulauan yang 2/3 wilayahnya terdiri dari
lautan serta memiliki garis pantai sepanjang ± 80.791,42 Km. Dengan luasnya
wilayah perairan Indonesia maka pengembangan potensi kelautan dan perikanan
menjadi salah satu sektor unggulan pemerintah. Departemen Perikanan dan
Kelautan sendiri menargetkan pencapaian produksi perikanan Indonesia pada tahun
2009 mencapai 10 juta ton dari total potensi perikanan sebesar 65 juta ton
(Tempo interaktif, Juni 2004). Meningkatnya produksi ikan akan diiringi pula
peningkatan limbah ikan baik berupa kulit dan sisik ikan. Limbah dari sektor
perikanan selain dihasilkan oleh TPI juga dihasilkan oleh industri-indusrti
kecil yang bergerak dibidang pengasapan ikan, presto ikan, terasi dan ikan
asin. Saat ini belum ada upaya untuk mengolah lebih lanjut limbah kelautan dan
perikanan yang berupa kulit dan sisik ikan. Limbah kulit dan sisik ikan dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kolagen. Kolagen merupakan protein
penghubung jaringan yang banyak dijumpai pada hewan. Kolagen memiliki berbagai
kegunaan diantaranya sebagai bahan additif pada industri makanan, pharmacy,
kosmetik dan industri photograpy. Kolagen adalah komponen utama lapisan kulit
dermis (bagian bawah epidermis) yang dibuat oleh sel fibroblast. Pada dasarnya
kolagen adalah senyawa protein rantai panjang yang tersusun lagi atas asam
amino alanin, arginin, lisin, glisin, prolin, serta hiroksiproline. Sebelum
menjadi kolagen, terlebih dahulu terbentuk pro kolagen.
Kolagen merupakan protein penting yang menghubungkan sel dengan sel yang
lain. Sepertiga dari protein yang terkandung dalam tubuh manusia terdiri dari
kolagen. Fungsi dari kolagen pada tubuh berbeda-beda tergantung pada lokasinya.
Namun demikian, kolagen sangat diperlukan dalam menjaga kemuda-an dan kesehatan
Adapun kegunaan kolagen diantaranya adalah:
ü Suplemen makanan
ü Kosmetik :Beauty masks, skin lotions
and creams, etc.
ü Makanan : sebagai aditif pada makanan
dan minuman ringan
ü Kegunaan yang lebih beragam (dapat
digunakan dalam industri makanan)
Bahan baku murah (limbah)
Sebagai negara yang terus menggalakkan potensi perikanan, pengolahan
limbah kulit dan sisik ikan menjadi kolagen memberikan dua keuntungan. Keuntungan yang pertama adalah pemecahan
masalah limbah perikanan. Sedangkan keuntungan kedua adalah pemenuhan kebutuhan
kolagen dalam negeri untuk penghematan devisa. Bahkan jika pengolahan
limbah ini dapat dilakukan secara optimal, maka Indonesia mungkin akan menjadi
salah satu negara pengekspor kolagen. Proses produksi kolagen dari kulit dan
sisik ikan dapat dilakukan melalui proses ekstraksi secara konvensional dengan
menggunakan solvent maupun ekstraksi secara enzymatis. Ekstraksi adalah suatu
metoda operasi yang digunakan dalam proses pemisahan suatu komponen dari
campurannya dengan menggunakan sejumlah massa bahan (Solven) sebagai materi
pemisah. Apabila komponen yang akan dipisahkan (Solute) berada dalam fasa
padat, maka proses tersebut dinamakan pelindihan atau Leaching. Sedangkan
istilah Ekstraksi umum dipakai jika solute berada dalam fasa cair.
Ekstraksi Konvensional Secara sederhana proses pemisahan dengan cara ekstraksi terdiri dari
tiga langkah dasar: 1. Proses penyampuran pelarut dan umpan. 2. Proses
perpindahan massa dari umpan ke pelarut. 3. Proses pemisahan fasa, antara
ekstrak dan rafinat. Sebagai zat pemisah, solven harus dipilih sedemikian
hingga kelarutannya terhadap komponen selain solut (diluen) adalah terbatas
atau bahkan sama sekali tidak saling melarutkan. Karenanya, dalam proses
ekstraksi akan terbentuk dua fasa cairan yang saling bersinggungan dan selalu
mengadakan kontak. Fasa yang banyak mengandung diluen disebut fasa rafinat (R)
sedang fasa yang banyak mengandung solven disebut fasa ekstrak (E). Proses
ekstraksi padat-cair dipengaruhi oleh pelarut, temperatur, ukuran bahan dan
waktu pengontakan, sedangkan tekanan tidak berpengaruh. Pada ekstraksi
konvensional, biasanya digunakan senyawa organik sebagai solvent. Cara ini
memiliki kelemahan yaitu penggunaan zat kimia yang dapat merugikan lingkungan
serta adanya kemungkinan sisa bahan kimia dalam produk. Ekstraksi Enzimatis
Ekstraksi enzimatis pada prinsipnya sama dengan ekstraksi konvensional. Hanya
saja disini digunakan enzim yang berfungsi mengambil zat yang akan diekstrak.
Dengan demikian tidak diperlukan lagi pelarut khusus (solvent) dalam proses
ekstraksi. Pelarut yang biasanya ditambahkan dalam ekstraksi enzimatis adalah
air. Cara ekstraksi enzimatis ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
dengan ekstraksi konvensional, diantaranya :
o
Tidak
menggunakan solvent organik, sehingga dampaknya terhadap lingkungan minimal
o
Kolagen
yang dihasilkan aman untuk konsumsi manusia karena tidak mengandung bahan kimia
o Kualitas produk dan yield yang
dihasilkan lebih tinggi
Pada ekstraksi enzimatis,
digunakan enzim yang berfungsi memecah protein. Enzim protease adalah enzim
yang berfungsi memecah protein dengan cara menghidrolisa ikatan peptida yang
menghubungkan asam –asam amino dalam rantai polipeptida. Enzim protease berada
secara alami di semua makhluk hidup. Dalam tubuh manusia, enzim ini berfungsi
pada berbagai proses tubuh mulai dari proses sederhana seperti pencernaan
protein sampai pada proses tubuh yang rumit seperti pembekuan aliran darah
Kelompok enzim protease memecah protein dengan dua cara. Cara yang pertama
adalah dengan merusak asam amino yang berada di ujung rantai sedangkan cara
kedua dengan merusak ikatan peptida yang ada di dalam protein.
Daftar Pustaka :
Gudmundsson,M.,2002.”Rheological
properties of fish gelatins”. J.Food
Mita, W, 2008, “Perbaikan
Daya Saing Industri Perikanan Melalui Pemanfaatan Limbah Non Ekonomis Ikan
Menjadi Gelatin”,
LIMBAH Organik Sektor Perhutanan
Produksi kayu bulat dari HT menjadi 150 juta m3, HA menjadi
50 juta m3, dan HR sebesar 100 juta m3 a. Potensi ril limbah untuk limbah
pembalakan = 12,5 juta m3 b. Potensi ril limbah penggergajian = 125 juta m3 2.
Limbah tersebut akan lapuk selama 10-20 tahun tergantung berat jenis kayu dan
akan menghasilkan emisi CO2 sebesar 57,3 juta ton untuk limbah penggergajian
dan 5,73 juta ton untuk limbah pembalakan.
Prosesnya yaitu Dibakar pada suhu tinggi dengan oksigen
terbatas selama beberapa jam, tergantung jenis material sehingga menjadi arang.
Aplikasinya :
·
Arang
dapat berfungsi sebagai pembangun kesuburan tanah
·
Penggunaan
arang dapat meningkatkan bakteri tanah dan bakteri pengikat nitrogen
·
Penggunaan
25% arang serbuk gergaji pada media pada tanaman Eucalyptus citriodora dapat
meningkatkan pertumbuhan 2-3x
·
Penggunaan
arang 25% arang serbuk gergaji juga dapat memacu pertumbuhan seedling Acacia
mangium dan meningkatkan jumlah serabut akar
Limbah Organik Sektor Peternakan
limbah ternak untuk
menghasilkan kompos
Kotoran dan air kencing
merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dalam pemeliharaan ternak
selain limbah yang berupa sisa pakan. Pada umumnya setiap kilogram daging sapi
yang dihasilkan ternak sapi potong juga menghasilkan 25 kg kotoran
padat.Besarnya limbah padat yang dihasilkan dari usaha penggemukan sapi potong
berpotensi dimanfaatkan menjadi sumber kompos dan berpotensi untuk dijadikan
sumber pendapatan tambahan dari usaha penggemukan sapi potong. Sebagai contoh,
untuk penggemukan dengan target pertambahan berat badan harian (PBBH) sebesar
0,5 kg akan dihasilkan sebanyak 12,5 kg kotoran per hari. Jika target
penggemukan adalah pertambahan berat badan sebesar 90 kg dalam satu periode
penggemukan selama 6 bulan akan dihasilkan kotoran sebanyak 2,2 ton dari seekor
ternak setiap satu periode penggemukan. Jika kotoran ternak dan sisa pakan
diproses menjadi kompos maka setidaknya dari setiap ekor sapi penggemukan dapat
dihasilkan 1,5 ton kompos per 6 bulan.
Pengomposan merupakan proses
biodegradasi bahan organik menjadi kompos dimana proses dekomposisi atau
penguraian dilakukan oleh bakteri, yeast dan jamur. Untuk mempercepat proses
dekomposisi bahan-bahan limbah organik menjadi pupuk organik yang siap
dimanfaatkan oleh tanaman dilakukan proses penguraian secara artifisial.
Kotoran ternak sapi dapat dijadikan bahan utama pembuatan kompos karena
memiliki kandungan nitrogen, potassium dan materi serat yang tinggi. Kotoran
ternak ini perlu penambahan bahan-bahan seperti serbuk
gergaji, abu, kapur dan
bahan lain yang mempunyai kandungan serat yang tinggi untuk memberikan suplai
nutrisi yang seimbang pada mikroba pengurai sehingga selain proses dekomposisi
dapat berjalan lebih cepat juga dapat dihasilkan kompos yang berkualitas
tinggi.
limbah ternak untuk
menghasilkan biogas
Sapi Bali dewasa yang
dikandangkan menghasilkan kotoran segar sebanyak 6 sampai 8 kg/hari. Kotoran
tersebut dapat langsung digunakan untuk menghasilkan gas bio dan kemudian
limbah padatnya masih dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Gas bio
merupakan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi tertutup bahan-bahan
organik termasuk kotoran ternak. Fermentasi tertutup dapat berlangsung jika
kotoran dimasukkan dalam satu tempat tertutup yang disebut reaktor. Untuk skala
rumah tangga dengan jumlah ternak 2 – 4 ekor atau suplai kotoran sebanyak
kurang lebih 25 kg/hari cukup menggunakan tabung reaktor berkapasitas 2500 –
5000 liter yang dapat menghasilkan biogas setara dengan 2 liter minyak
tanah/hari dan mampu memenuhi kebutuhan energi memasak satu rumah tangga
pedesaan dengan 6 orang anggota keluarga. Jika harga eceran minyak tanah Rp.
3.500/liter maka penggunaan biogas dapat mengurangi biaya rumah tangga sebesar
Rp 2.500.000/tahun. Satu reaktor biogas kapasitas 2500 liter membutuhkan biaya
Rp. 3.500.000 dengan umur penggunaan berkisar 10 tahun. Dengan demikian
penggunaan biogas secara nyata menurunkan biaya rumah tangga tani untuk membeli
minyak tanah.
KOMPOS
Kompos adalah pupuk organik yang sebagian besar atau seluruhnya
terdiri atas bahan organik yang berasal dari limbah/sisa tanaman, kotoran hewan
atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau dan humus yang telah mengalami
dekomposisi. Kompos dari sisa/limbah tanaman maupun limbah ternak mengandung
unsur hara baik mikro maupun makro yang lengkap (N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu,
Zn,Mn, B dan S).
Manfaat penggunaan kompos terhadap tanah menambah kesuburan
tanah,memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah dan gembur, memperbaiki
sifat kimiawi tanah sehingga unsur hara yang tersedia dalam tanah lebih mudah
diserap oleh tanaman, memperbaiki tata air dan udara di dalam tanah sehingga
suhu tanah akan lebih stabil, mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara
sehingga tidak mudah larut oleh air hujan atau air pengairan dan
memperbaikikehidupan jasat renik yang hidup di dalam tanah
Prinsip dekomposisi dalam pembuatan kompos
Prinsip yang digunakan dalam pembuatan kompos
adalah proses dekomposisi atau penguraian yang merubah limbah organik menjadi
pupuk organik melalui aktifitasbiologis pada kondisi yang terkontrol.
Dekomposisi pada prinsipnya adalah menurunkan karbon dan
nitrogen (C/N) ratio dari limbah organiksehingga pupuk organik dapat segera
dimanfaatkan oleh tanaman. Pada proses dekomposisi akan terjadi peningkatan
temperatur yang dapat berfungsi untuk membunuh biji tanaman liar (gulma),
bakteri-bakteri patogen dan membentuk suatu produk perombakan yang seragam
berupa pupuk organik.
Beberapa unsur penting yang diperlukan agar proses penguraian
dapat berjalan dengan baik yaitu; 1). Karbon (C) sebagai sumber energi bagi
mikroba pengurai dan. akan diurai melalui proses oksidasi yang menghasilkan
panas; 2). Nitrogen (N) sebagai sumber protein bagi bakteri untuk bertumbuh dan
memperbanyak diri; 3). Oksigen (O) sebagai bahan untuk mengoksidasi unsur
karbon melalui proses dekomposisi dan air (H2O) untuk menjamin proses
dekomposisi berlangsung baik dan tidak menyebabkaN suasana anaerob.
Tabel 1. Faktor berpengaruh dan kisaran toleransi unsur dalam
bahan kompos untuk menjamin terjadinya proses pengomposan
No
|
Faktor
|
Kisaran
|
1.
|
Temperature
|
54-600C
|
2.
|
Ratio carbon ke nitrogen (C/N)
|
25:1 – 30:1
|
3.
|
Aerasi, persen
oksigen
|
>5%
|
4.
|
Kelembaban/kadar air
|
50-60%
|
5.
|
Porositas
|
30-36%
|
6.
|
pH
|
6.5-7.5
|
Faktor berpengaruh yang harus dikontrol dalam pembuatan kompos:
1. C/N ratio; mikroba membutuhkan karbon (C) 20 sampai 25 kali
lebih banyak dari nitrogen (N) untuk tetap aktif. Sumber karbon pada pembuatan
kompos dapat berasal dari potongan kayu kecil, serbuk gergaji, jerami padi dan
bahan lain yang berserat tinggi. Sumber N berasal dari kotoran ternak. C/ N
ratio > 25 akan menyebabkan dekomposisi berjalan lamban karena kekurangan N
sebaliknya C/N ratio < 20 akan menyebabkan terjadinya pembentukan gas
ammonia sehingga menimbulkan bau.
2. Aerasi udara diperlukan untuk menghindari terjadinya kondisi
anaerobic yang menimbulkan bau. Pembalikan secara teratur dapat meningkatkan
aerasi. Kekurangan udara akan menimbulkan gas metan, aktivitas mikroba menurun
dan temperatur menurun. Sebaliknya kelebihan aerasi menyebabkan bahan kompos
menjadi kering dan unsur N menghilang.
3. Kelembapan merupakan unsur penting dalam metabolisma pada
mikroba. Kelembapan yang baik adalah 50-60%, terlalu basah (>60%) dapat
mengakibatkan muncul bau yang tidak sedap dan aktivitas mikroba menurun, temperatur
juga menurun dan jika terlalu kering (<40%) aktivitas mikroba juga menurun.
memanfaatkan kotoran ternak dan sisa-sisa pakan untuk dijadikan
pupuk kompos antara lain:
1. Kandang menjadi lebih bersih
2. Kotoran yang dikumpulkan mengurangi pencemaran lingkungan
3. Mengurangi populasi lalat di sekitar kandang
4. Mengurangi terjadinya infeksi cacing mata (Thelazia) yang
sering menyerang ternak
5. Pembuatan kompos dapat dilakukan secara alamiah atau
menggunakan dekomposer
6. Secara langsung kompos digunakan untuk lahan pertanian atau
dapat dijual Beberapa syarat yang perlu diperhatikan mengenai
tempat pembuatan kompos yaitu:
1. Lantai lebih tinggi dari sekitarnya untuk menghindari
genangan air
2. Memiliki atap untuk mengindari sinar matahari langsung atau
hujan
Cara pembuatan kompos
Bahan yang diperlukan :
● Kotoran sapi 80 – 83%
● Serbuk gergaji 5%
● Abu sekam 10%
● Kalsit/Kapur 2%
● Dekomposer 0,25%
Proses Pembuatan
1. Kotoran sapi dikumpulkan dan ditiriskan selama satu minggu
untuk mengurangi kadar air (± 60%)
2. Kotoran sapi yang sudah ditiriskan kemudian dicampur dengan
bahan-bahan organik seperti ampas gergaji, abu sekam, kapur dan dekomposer.
Seluruh bahan dicampur dan diaduk merata.
3. Setelah seminggu tumpukan dibalik/diaduk merata untuk menambah
suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan. Pada tahap ini diharapkan
terjadi peningkatan suhu sampai 600C, dibiarkan lagi selama seminggu dan
dibalik setiap minggu
4. Pada minggu keempat kompos telah matang dengan warna pupuk
coklat kehitaman bertekstur remah tak berbau, untuk mendapatkan bentuk yang
seragam serta memisahkan dari bahan yang tidak diharapkan (misalnya batu,
potongan kayu,
rafia) maka pupuk diayak/disaring
5. Selanjutnya kompos siap untuk diaplikasikan pada lahan atau
tanaman.
Biogas dan Aplikasinya
Biogas adalah campuran gas
yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik yang terjadi pada material-material
yang dapat terurai secara alami dalam kondisi anaerobik.Pada umumnya biogas
terdiri atas gas metan (CH4) sebesar 50-70%, gas karbon dioksida (CO2) sebesar
30-40%, Hidrogen 5 – 10% dan gas-gas lainnya dalam jumlah yangsedikit.
Untuk memanfaatkan kotoran
ternak menjadi biogas, diperlukan beberapa syarat yang terkait dengan aspek
teknis, infrastruktur, manajemen dan sumber daya
manusia. Bila faktor
tersebut dapat dipenuhi, maka pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas sebagai
penyedia energi di pedesaan dapat berjalan dengan
optimal.
Terdapat sepuluh faktor yang
dapat mempengaruhi optimasi pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas yaitu:
1. Ketersediaan ternak
Jenis, jumlah dan sebaran
ternak di suatu daerah dapat menjadi potensi bagi pengembangan biogas. Hal ini
karena biogas dijalankan dengan memanfaatkan
kotoran ternak. Untuk
menjalankan biogas skala individual atau rumah tangga diperlukan kotoran ternak
dari 2 – 4 ekor sapi dewasa.
2. Kepemilikan ternak
Jumlah ternak yang dimiliki
oleh peternak menjadidasar pemilihan jenis dan kapasitas biogas yang dapat
digunakan. Bila ternak sapi dewasa yang dimiliki lebih
dari 4 ekor , maka dapat
dipilih biogas dengan kapasitas yang lebih besar (berbahan fiber atau semen)
atau beberapa biogas skala rumah tangga.
3. Pola pemeliharaan ternak
Ketersediaan kotoran ternak
perlu dijaga agar biogas dapat berfungsi optimal. Kotoran ternak lebih mudah didapatkan
bila ternak dipelihara dengan cara dikandangkan dibandingkan dengan
cara digembalakan.
4. Ketersediaan lahan
Untuk membangun biogas
diperlukan lahan di sekitar kandang yang luasannya bergantung pada jenis dan
kapasitas biogas. Lahan yang dibutuhkan untuk membangun reaktor biogas skala
terkecil (skala rumah tangga) adalah 14 m2 (7m x 2m).
5. Tenaga kerja
Untuk mengoperasikan biogas
diperlukan tenaga kerja yang berasal dari peternak/pengelola itu sendiri. Hal
ini penting mengingat biogas dapat berfungsi optimal bila pengisian kotoran ke
dalam reaktor dilakukan dengan baik serta dilakukan perawatan peralatannya.
Banyak kasus mengenai tidak beroperasinya atau tidak optimalnya biogas
disebabkan karena: pertama, tidak adanya tenaga kerja yang menangani unit
tersebut; kedua, peternak/pengelola tidak memiliki waktu untuk melakukan
pengisian kotoran karena memiliki pekerjaan lain selain memelihara ternak.
6. Manajemen limbah/kotoran
Manajemen limbah/kotoran
terkait dengan penentuan komposisi padat-cair kotoran ternak yang sesuai untuk
menghasilkan biogas, frekuensi pemasukan kotoran, dan pengangkutan atau
pengaliran kotoran ternak ke dalam reaktor. Baha baku reaktor biogas adalah
kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1:3. Frekuensi pemasukan kotoran dilakukan
setiap satu atau dua hari sekali. Pemasukan kotoran ini dapat dilakukan dengan
cara diangkut atau melalui saluran.
7. Kebutuhan energi
Sumber energi dari biogas
dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan jika ketersediaan sumber energi lain
terbatas. Bila sumber energi lain tersedia maka peternak dapat diarahkan untuk
mengolah kotoran ternaknya menjadi kompos.
8. Jarak (antara kandang
reaktor dan rumah)
Agar pemanfaatan energi
biogas dapat optimal sebaiknya antara kandang, reaktor dan rumah tidak telampau
jauh.
9. Pengelolaan hasil samping
biogas
Pengelolaan hasil samping
biogas ditujukan untuk memanfaatkannya menjadi pupuk cair dan pupuk padat
(kompos).
10. Sarana Pendukung
Sarana pendukung berupa
peralatan kerja digunakan untuk mempermudah/meringankan pekerjaan/perawatan
instalasi biogas. Selain sepuluh faktor di atas, kemauan peternak/pelaku untuk,
menjalankan instalasi biogas dan merawatnya serta memanfaatkan energi biogas
menjadi modal utama dalam pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas.
Daftar Pustaka :
Ni Nyoman Santi, 2010. Pemanfaatan Kotoran Ternak Skala
Rumah Tangga Sebagai Sumber Energi Alternatif
Biogas.
Eddy Nurtjahya dkk, 2003. Pemanfaatan Limbah Ternak
Ruminansia Untuk Mengurangi Pencemaran
Lingkungan. Makalah Pengantar Falsafah Sains.
Program Pasca Sarjana/S3 Institut Pertanian Bogor.
Limbah Organik Sektor
Perkebunan
LIMBAH INDUSTRI KELAPA SAWIT Proses
pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi crude palm oil (CPO) menghasilkan
biomassa produk samping yang jumlahnya sangat besar . Tahun 2004 volume produk
samping sawit sebesar 12 .365 juta ton tandan kosong kelapa sawit (TKKS),
10.215 juta ton cangkang dan serat, dan 32.257 - 37 .633 juta ton limbah cair
(Palm Oil Mill E„r luent/POME) . Jumlah ini akan terus meningkat dengan
meningkatnya produksi TBS Indonesia . Produksi TBS Indonesia di tahun 2004
mencapai 53 .762 juta ton dan pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 64 .000
juta ton . Disamping itu usaha budidaya kelapa sawit, selain hasil pokok CPO
dan Inti Sawit, masih terdapat sejumlah hasil samping dan limbah seperti :
pelepah, daun, bungkil, lumpur dan lain-lain . Limbah dari industri kelapa
sawit meliputi padatan, cair dan gas . Pasir atau tanah dari perkebunan, tandan
buah, ampas, kulit kering batok/cangkang serta lumpur dari kolam pengolah
limbah cair merupakan bentuk limbah padatan. Sedangkan limbah cair berasal dari
pengembunan uap air .
LIMBAH
KELAPA SAWIT SEBAGAI SUMBER PUPUK ORGANIK
Volume limbah padat di perkebunan kelapa sawit
cukup besar, berasal dari daun, pelepah, dan tandan, sehingga membutuhkan
curahan tenaga kerja yang cukup banyak dan memerlukan biaya transportasi untuk
penanganannya. Untuk membantu menutup biaya yang diperlukan dalam penanganan
limbah padat di kebun kelapa sawit, telah dirancang teknologi pengolahan limbah
padat menjadi kompos yang merupakan bahan bemilai ekonomi yang lebih kecil biaya
transportasinya . Kompos dari tandan kosong kelapa sawit Teknologi produksi
kompos dari tandan kosong sawit (TKS) merupakan satu teknologi pengolahan
limbah yang sekaligus dapat mengatasi masalah limbah padat dan limbah cair di
PKS. Penerapan teknologi ini memungkinkan PKS untuk menerapkan konsep zero
waste yang berarti tidak ada lagi limbah padat dan cair yang dibuang. Proses
pengomposan TKS dimulai dengan pencacahan TKS dengan mesin pencacah . TKS yang
telah dicacah ditumpuk di atas lantai semen pada udara terbuka atau di bawah
atap . Tumpukan dibalik 3 - 5 kali seminggu dengan mesin pembalik BAKHUS dan
disiram dengan 8 5 Tahun Luas Areal ( .000 Ha) PR PBN PBS Nasional 2006 2 .017
702 3 .254 5 .973 2007 2 .337 727 3 .449 6 .513 2008 2 .657 752 3 .644 7 .053
2009 2 .997 777 3 .839 7 .593 2010 3 .292 802 3 .929 8 .023 2015 3 .792 927 4
.289 9 .008 2020 3 .792 927 4 .289 9.008 2025 3 .792 927 4 .289 9.008 %Tahun
3,4 1,5 1,5 2,2 8 6 Seminar Oprimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawil
dan Indusiri Olahannya sebagai Pakan Ternak limbah cair PKS . Pada akhir
pengomposan yang berlangsung selama 6-8 minggu, kompos diayak dan dikemas .
Total biaya investasi produksi kompos dari TKS berkisar Rp . 4 miliar untuk PKS
dengan kapasita 30 ton TBS/jam . Dengan asumsi produksi kompos per hari 60 ton,
maka biaya produksi kompos adalah Rp . 150/kg. Dengan harga jual kompos bulk
Rp. 400/kg, keuntungan langsung yang diperoleh sebesar Rp. 366/kg atau sekitar
Rp . 2,28 miliar/tahun sebelum pajak . Pemerintah Kabupaten Paser Kalimantan
Timur saat ini telah merencanakan pembuatan pupuk organik dari jakos dan Palm
oil mill efluent (POME) atau limbah cair menjadi pupuk organik . Aplikasi
tehnologi ini baru pertama kali yang akan diterapkan di Indonesia (KALTIM POST,
29 Juni 2007) . Manfaat pembuatan pupuk organik ini bagi daerah, antara lain
meningkatkan pendapatan daerah, dan petani akan memperoleh tambahan hasil .
Juga membuka lapangan kerja baru dan ikut memelihara lingkungan. Di Riau telah
juga dibuat kompos dari limbah kelapa sawit . Kompos dari bahan sawit ini telah
diproduksi menjadi komplet-vit (pelet) .
LIMBAH KELAPA SAWIT
SEBAGAI SUMBER PAKAN ALTERNATIF
Pakan
sebagai komponen utama peternakan Keberhasilan pengembangan peternakan sangat
ditentukan oleh penyediaan pakan ternak (DJAENUDIN, et al ., 1996) .
Ketersediaan pakan akan menentukan keberlanjutan usaha peternakan pada suatu
wilayah . Di Indonesia sumber pakan ternak ruminansia cukup banyak variasinya,
antara lain dari pelepah sawit, dan bungkil sawit . Sumber pakan dari padang
penggembalaan sering menghadapi masalah karena adanya persaingan dalam
penggunaan lahan . Di masa depan industri pakan ternak sebaiknya lebih
diarahkan untuk pemanfaatan limbah, seperti limbah dari kelapa sawit . Bahan
pakan limbah perkebunan kelapa sawit dapat berasal dari bungkil inti sawit,
solid, dan pelepah serta daun . Dalam sistem produksi peternakan, disamping
kualitas bibit, pakan merupakan komponen utama yang menentukan tingkat
produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan, baik ditinjau dari segi
teknis maupun ekonomis. Dalam berbagai literatur disebutkan, dua faktor penting
yang menentukan produktivitas peternakan, yaitu genetik dan lingkungan, dengan
tingkat Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri
Olahannya sebagai Pakan Ternak perbandingan 30/70 persen . Dengan kata lain,
faktor lingkungan lebih dominan. Dari 70 persen faktor lingkungan itu, lebih
dua pertiganya adalah faktor pakan, yang merupakan salah satu kendala dalam
pengembangan peternakan di negeri kita . Dari segi teknis, kualitas pakan
dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan ternak dalam mencapai tingkat
produktivitas yang diharapkan, tanpa adanya gangguan kesehatan hewan untuk keragaan yang optimal
. Sedangkan dari segi ekonomis, biaya pakan merupakan komponen biaya tertinggi
(60-70%).
Lumpur
sawit sebagai pakan ternak
Sampai saat ini, Indonesia masih mengimpor
bahan pakan dalam negeri . Jumlah impor ini terus meningkat sesuai dengan
peningkatan kebutuhan akan produk peternakan. Di lain pihak, Indonesia memiliki
bahan pakan lokal yang belum lazim dimanfaatkan . Salah satu diantaranya adalah
lumpur sawit yang merupakan limbah pengolahan minyak sawit . Pada tahun 2001,
produksi lumpur sawit (kering) diperkirakan sebanyak 632.570 ton dan jumlah ini
akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan produksi minyak sawit (SINURAT,
2003). Lumpur sawit merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses pemerasan
buah sawit untuk menghasilkan minyak sawit kasar atau 8 7 Uraian Kisaran Bahan
kering, % 90 Kecemaan BK pada ayam, % 24,5 Lemak kasar, % 10,4 Serat kasar, %
11,5-32,9 ADF, % 44,29 NDF, % 62,77 Energi kasar (GE), Kkal/kg 3315-4470 EM
(TME), Kkalkg 1125-1593 Protein kasar, % 9,6-14,52 Protein sejati, % 8,9-10,44
Asam amino, Threonin 0,33-0,78 Alanine 0,41-0,56 Sistin 0,12-0,13 Valine
0,36-0,48 Metionin 0,14-0,16 Isoleusin 0,35 Leusin 0,52-0,60 Fenilalanin 0,21
Lisin 0,21-0,31 Arginin 0,19-0,21 Abu, % 9-25 Kalsium (Ca), % 0,50-0,97 Fosfor
(P), % 0,17-0,75 Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan
industri Olahannya sebagai Pakan Ternak crude palm oil (CPO). Jumlah produksi
lumpur sawit sangat tergantung dari jumlah buah sawit yang diolah. Menurut
DEVENDRA (1978), lumpur sawit (setara kering) akan dihasilkan sebanyak 2% dari
tandan buah segar atau sekitar 10% dari minyak sawit kasar yang dihasilkan.
POTENSI PRODUK LIMBAH KELAPA SAWIT Manfaat
perkebunan kelapa sawit yang sudah banyak dirasakan oleh peternak ruminansia,
terutama adalah potensi hijauan yang tumbuh sebagai gulma di areal tanaman
sawit . Yang tidak kalah pentingnya adalah adanya . limbah dan hasil ikutan
industri pengolahan tandan buah sawit yang dapat digunakan sebagai pakan ternak
ruminansia yaitu : solid decanter, bungkil inti sawit atau PKC (Palm Kernel
Cake), sabut sawit atau PPF (Palm Press Fiber) dan lumpur sawit atau POS (Palm
Oil Sludge) kering (DAVENDRA, 1977 ; SUTARDI, 1997 ; SIANIPAR el al., 1998) .
Limbah solid sawit sebagai pakan ternak Bahan pakan limbah perkebunan kelapa
sawit dapat berasal dari bungkil Inti Sawit, solid, dan pelepah serta daun .
Dari hasil kajian memberikan bukti nyata bahwa bahan pakan limbah kelapa sawit
(solid sawit) yang tersedia secara melimpah bisa dijadikan sebagai sumber pakan
ternak terutama untuk ternak ruminansia (UTomo dan WIDJAJA, 2004) . Kandungan
nutrisi solid sawit dapat dilihat pada Tabel 3 . Disamping limbah industri
kelapa sawit tersebut, limbah kebun sawit yang cukup potensial bagi produksi
ternak adalah pelepah dan daun tanaman sawit yang oleh perusahaan dibuang
setiap pemanenan tandan buah sawit . Menurut PAIN (1995) yang disitasi oleh
SUDARYANTO, et al, . (1999) kebun sawit dapat menghasilkan limbah pelepah
sebesar 10,5 ton/Ha . Limbah kelapa sawit dapat digunakan sebagai pakan
tambahan sumber energi dan protein . Harga limbah kelapa sawit umumnya masih
relatif sangat murah . Namun dalam pemanfaatannya perlu dicermati kandungan
nutrisi dan bentuk fisiknya yang dapat mempengaruhi peman-faatan dan nilai
ekonominya, seperti : pelepah/ daun sawit banyak mengandung serat kasar dan
lignin No Kandungan nutrisi Jumlah No Jenis asam amino Jumlah (%) 1 . Bahan
kering (%) 81,65 -93,14 15 . Aspartat 0,89 2 . Protein kasar(%) 12,63 -17,41 16
. Glutamat 1,00 3 . Lemak kasar (%) 7,12-15,15 17 . Serina 0,50 4 . Serat kasar
(%) 9,98-25,79 18 . Glisina 0,01 5 . Energi bruto (kkal/kg) 3217,00 - 3454,00
19 . Histidina 0,10 6 . Ca (%) 0,03-0,78 20 . Arginina 0,20 7 . P (%) 0,00-0,58
21 . Treonina 0,08 8 . Karoten (lU) 109,75 22 . Alanina 0,61 9 . NDF (%) 58,58
23 . Prolina 0,06 10. ADF (%) 53,33 24 . Tirosina 0,42 11 . Hemiselulosa (%)
5,25 25 . Valina 0,43 12 . Selulosa (%) 26,35 26 . Metionina 0,92 13 . Lignin
(%) 22,31 27 . Sisteina 0,33 14 . Silika (%) 4,47 28 . Isoleusina 0,51 29 .
Leusina 0,31 30 . Fenilalanina 0,37 31 . Lisina 0,40 Seminar Oplimalisasi Hasil
Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya sebagai Pakan Ternak
(kayu) yang tidak bisa dicerna oleh mikroba dalam rumen ternak. Dalam
pemanfaatannya dibutuhkan perlakuan pendahuluan seperti pemisahan kulit dan
daging pelepah . Pemisahan daun dengan lidi membutuhkan biaya prosesing .
Perubahan bentuk fisik serat menjadi lebih kecil atau menjadi tepung memudahkan
dalam proses pencampuran dengan bahan lain dalam formula pakan tambahan
(SIANIPAR, et al., 2003) . Hasil penelitian SIANIPAR, et a!. (2003) menunjukkan
bahwa produksi limbah perkebunan kelapa sawit secara fisik cukup potensial
sebagai sumber pakan ternak (pelepah 486 ton/Ha, daun sawit 17,1 ton/Ha, solid
840 ton/Ha, bungkil inti sawit 567 ton/Ha) . Dikaitkan dengan populasi ternak
kambing di Indonesia sekarang ini (13 .065 .700 ekor) dapat ditingkatkan
kapasitas tampung pakan sebesar 33,1 kali lipat dari populasi yang ada
sekarang. Namun perlu dicermati bahwa jenis limbah pelepah dan daun sawit
secara teknis dalam pemanfaatannya tidak efisien karena kandungan proteinnya
relatif rendah serta harus terlebih dahulu mengalami perlakuan (merubah bentuk
fisik) . Bahan ini tidak dapat diberikan secara tunggal karena kurang disukai
ternak . Limbah akan termanfaatkan bila digunakan sebagai komponen pakan
komplet agar dapat dikonsumsi oleh ternak dan secara ekonomi juga produksi
limbah sawit tidak efisien karena kandungan nutrisinya terutama protein relatif
rendah . Setiap hektar kebun sawit terdapat 120-130 pohon dengan manajemen
panen 5,'7 (5 hari/ minggu) maka terdapat sejumlah 26 pohon yang dapat
dipangkas dengan jumlah sebanyak 2-3 pelepah per pohon dan rataan produksi
pelepah per pohon sebesar 14,8 kg bagian yang dapat digunakan sebagai pakan ternak
(daging pelepah). Dalam satu hektar kebun sawit dapat dihasilkan sebanyak 486
ton pelepah kering, 17,1 ton daun sawit kering. Sedangkan dari pabrik kelapa
sawit (PKS) dihasilkan limbah sebanyak 840-1260 kg solid decanter, sludge 0,042
ton dan 567 kg PKC (bungkil inti sawit) . Rendemen masing-masing yaitu 4-6%
untuk solid decanter, sludge 0,2% dan PKC 45% dari TBS (tndan buah sawit segar)
yang diolah . Bila koefisien teknis ini jika dikaitkan dengan luas kebun sawit
di Indonesia tahun 2000, maka produksi limbah dan hasil ikutan perkebunan
kelapa sawit, yang paling tinggi terdapat di Pulau Sumatera khususnya Provinsi
Riau dan Sumatera Utara . Pada usaha ternak sambilan (low input) maka potensi
pemanfaatan pelepah tidak feasible (tidak layak) . Namun jika pemanfaatan
pelepah dilakukan pada usaha agribisnis (skala komersial/skala besar) maka
besar kemungkinannya . Meskipun tingkat keuntungan dari penggunaan pelepah dan
daun sawit relatif rendah . Jika diakumulasikan ke dalam skala usaha yang
relatif besar, maka keuntungan usaha akan semakin tinggi, dan menjadi layak
digunakan sebagai pakan terlebih jika dibandingkan dengan mengandalkan rumput
sebagai pakan pokok yang kapasitas tampung ternak per hektar kebun sawit hanya
sebesar 2-3 ekor kambing . Dengan penggunaan pelepah dapat menampung 127 ekor
kambing per hektar kebun sawit.
Daftar Pustaka :
ARITONANG, D. 1986 . Perkebunan kelapa sawit
sebagai sumber pakan ternak di Indonesia . Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian V(4): 93-99.
UTOMO, B. N.dan E. WIDJAJA. 2004 . Limbah
padat pengolahan minyak sawit sebagai sumber nutrisi ternak ruminansia . Jurnal
Litbang Pertanian 23 (1), Jakarta .
DARNOKO dan E.S . SUTARTA. 2006 . Sinar Tani .
Jakarta. DJAENUDIN, D., H.
SIANIPAR J ., L . P . BATUBARA dan A. TARIGAN.
2003 . Analisis potensi ekonomi limbah dan hasil ikutan perkebunan kelapa sawit
sebagai pakan kambing potong. Makaah Lokakarya Nasional Kambing Potong .
KETAREN, P.P. 1986 . Bungkil inti sawit dan
ampas minyak sawit sebagai pakan ternak. Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian 8 (4-6): 10-11 .
SINURAT, A.P . 2003 . Pemanfaatan lumpur sawit
untuk bahan pakan unggas . Wartazoa Vol . 13 No. 2 .